Dunia terbakar saat aku naik takhta.
Bukan dunia dalam arti harfiah—melainkan tatanan lama, pemerintahan yang rapuh, dan sistem kekaisaran yang sudah keropos dimakan waktu. Aku, Caelus Varion, anak seorang ilmuwan planet kecil di pinggiran sektor Orion, bukan keturunan bangsawan, bukan pula prajurit atau diplomat. Namun takdir memaksaku menjadi Kaisar terakhir dari Galaksi Bimasakti.
Semuanya bermula pada tahun 4021 setelah Revolusi Antar-Galaksi. Saat itu, Dewan Kekaisaran tengah runtuh, diserang dari dalam oleh korupsi dan dari luar oleh milisi-milisi pemberontak yang menamakan diri “Konfederasi Bintang Bebas”. Ayahku adalah seorang ahli dalam ilmu pelintasan waktu yang dilarang dalam lima perjanjian antarperadaban. Ia tahu bahwa perang total akan menghancurkan peradaban kita, dan diam-diam membangun kapsul waktu untuk menyelamatkan satu jiwa.
Ya, jiwa itu adalah aku.
Aku tertidur di dalam ruang pembeku kriogenik selama dua abad. Ketika aku terbangun, dunia yang kutinggalkan telah menjadi abu.
Bangsa manusia tersebar. Beberapa hidup di reruntuhan stasiun luar angkasa, lainnya menjadi pembajak angkasa antarbintang atau budak bagi ras sintetis yang pernah kita ciptakan sendiri. Pemerintahan galaksi sudah tidak ada. Yang tersisa hanyalah reruntuhan kosmik dan sisa-sisa armada tua yang terombang-ambing tanpa komando.
Namun teknologi ayahku bukan hanya melindungiku dari waktu, ia juga menyuntikkan warisan data ke dalam otakku: strategi militer dari peradaban kuno hingga modern, diplomasi, sejarah peradaban, pemrograman sistem pertempuran otomatis, serta satu hal yang paling berharga—peta jalur rahasia menuju Arkhesis.
Arkhesis merupakan stasiun pusat kendali Kekaisaran lama, tersembunyi di dalam bintang mati bernama Zhyron. Di sanalah segala sesuatu dikendalikan: persenjataan bintang, jaringan komunikasi sub-eternal, serta protokol aktivasi kembali kekuasaan Kekaisaran.
Aku mencapainya setelah mencuri sebuah pesawat kargo tua, menembus hujan meteor dan melewati zona mati penuh radiasi. Dalam kegelapan bintang Zhyron, aku menemukan tujuan dari takdirku—modul takhta.
Modul itu adalah sebuah kesadaran buatan yang telah mengabdi pada seluruh kaisar terdahulu selama ribuan tahun. Ia memindai diriku, memindai DNA yang diwariskan dari ibuku—seorang keturunan bangsawan tingkat rendah, lalu memproklamirkan hal yang tak masuk akal:
“Selamat datang kembali, Yang Mulia. Kekaisaran berada dalam kondisi kritis. Apakah Anda menerima mandat untuk menyatukan kembali Galaksi Bimasakti?”
Aku hanya bisa menjawab satu kata: “Ya.”
Dari sana dimulailah perjuanganku. Awalnya aku sendirian. Namun aku tahu, seorang pemimpin tidak membutuhkan pasukan dalam jumlah besar untuk memulai revolusi. Ia butuh informasi.
Aku mengaktifkan jaringan intelijen tua Kekaisaran dan menemukan bahwa banyak panglima armada lama hidup dalam persembunyian. Sebagian besar sudah tua, tapi mereka menyimpan rasa bersalah karena membiarkan Kekaisaran runtuh. Aku mengunjungi mereka satu per satu, menunjukkan lambang Kekaisaran yang kuno—tertoreh di punggung tanganku saat aktivasi modul takhta.
Banyak yang menolak, menyebutku gila. Tapi ada tiga orang yang bersedia bergabung. Jenderal Lysandra dari Mars Exile, Kolonel Drenn dari Orbit Yavin, dan mantan penasihat Kekaisaran, Auron Veritas. Kami membentuk kembali dewan militer, menyusun rencana untuk merebut kembali pusat-pusat kekuasaan.
Langkah pertama kami adalah mengambil alih planet administrasi Helion Prime, tempat pusat data Kekaisaran disimpan. Kami memimpin pasukan kecil drone tempur dan menyerbu saat badai kosmik menutupi orbit. Tak butuh waktu lama, kami pun menang. Helion Prime berhasil ditundukkan tanpa memakan banyak korban.
Namun kemenangan itu menarik perhatian musuh. Konfederasi Bintang Bebas segera bergerak. Mereka mengirim armada besar untuk menghancurkan kami. Tapi kami sudah siap. Menggunakan senjata partikel dari zaman Perang Keempat, kami memutus komunikasi mereka dan mengacak sistem navigasi. Tiga kapal induk mereka meledak dalam kekacauan.
Perang galaksi tak bisa dihindari.
Tahun demi tahun berlalu, dan dari satu sistem bintang ke sistem bintang yang lain kami terus bertempur. Beberapa dunia menerima kami sebagai penyelamat, yang lain memandangku sebagai diktator baru yang mencoba menghidupkan kembali tirani lama. Tapi aku tak peduli pada citra. Aku peduli pada stabilitas, pada kemanusiaan yang tercerai-berai dan terus bertarung demi serpihan kebebasan yang semu.
Aku menawarkan pengampunan bagi yang menyerah, dan kehancuran total bagi yang melawan. Perlahan, satu demi satu sektor kembali di bawah kendali Kekaisaran. Aku membangun kembali jaringan pasokan makanan antarbintang, sistem energi berbasis pulse-quantum, serta hukum interplanet yang adil. Tapi selalu ada darah dalam setiap kemajuan.
Aku mulai meragukan diriku. Apakah aku benar-benar penyelamat, atau hanya seorang tiran yang terlahir kembali dalam bungkus idealisme?
Namun keraguan itu sirna saat aku bertemu dengan Elyra.
Ia seorang pemimpin medis dari sistem bintang Meridion. Cantik, tajam, dan berani. Ia menolak tunduk padaku, tapi juga tak memihak Konfederasi. Ia memperlihatkan padaku penderitaan rakyat yang tak pernah kusentuh dalam strategi penaklukanku: koloni kecil yang mati kelaparan, anak-anak tanpa identitas, manusia yang kehilangan makna hidup. Ia memaksaku turun dari menara takhta dan berjalan di tanah. Untuk pertama kalinya aku benar-benar melihat—aku tidak menyatukan kekaisaran, aku mempersatukan luka-luka.
“Aku membutuhkanmu untuk Galaksi ini, juga untukku.”
Bersamanya, aku menyusun ulang arah kekuasaanku. Kami membentuk Dewan Peradaban, membuka jalur demokrasi terkontrol, dan menghapus hak istimewa bangsawan lama. Aku tidak lagi memerintah sebagai kaisar absolut, tapi sebagai penjamin keadilan antar galaksi. Namun aku tahu, tak selamanya kedamaian bisa bertahan.
Dua dekade setelah aku membangkitkan kembali Kekaisaran, aku menerima pesan dari luar Galaksi.
Sebuah objek tak dikenal, besar seperti bulan, melintasi tepi galaksi dari Arah Andromeda. Mereka menyebut dirinya “Penyaring.” Makhluk mesin yang menyerap peradaban untuk menguji kelayakan hidup mereka. Jika gagal, mereka memusnahkan semuanya.
Kepanikan mulai melanda Dewan. Elyra mencoba menenangkan semuanya, sayangnya debat kusir tak dapat dihindari. Dalam huru-hara yang terjadi, aku mulai menyadari satu hal, satu-satunya cara untuk menyelamatkan galaksi ini adalah dengan bertindak seperti pendahuluku—sebagai Kaisar.
Aku memakai kembali jubah kekaisaran yang telah lama kusimpan. Aku menyalakan senjata kuno Kekaisaran, Void Hammer, dan memanggil seluruh armada di bawah satu bendera. Kali ini bukan untuk menaklukkan, tapi untuk bertahan.
Sebelum berangkat, Elyra menatapku dalam diam.
“Kalau kau gagal… maka kau akan menjadi Kaisar terakhir dari Galaksi Bimasakti.”
Aku tersenyum, mencium keningnya, lalu berjalan menuju medan perang bintang terakhir.
Jika aku memang Kaisar terakhir, maka aku akan pastikan—kejatuhanku menjadi permulaan bagi kebangkitan umat manusia.
Panji-panji Kekaisaran mulai berkibaran di seluruh armada angkasa. Senjata kuno Kekaisaran sudah siap digunakan. Prajurit dari berbagai bintang pun telah disiagakan. Dalam siaran langsung antar bintang mempertontonkan wajah seorang Kaisar dari Kekaisaran yang tengah mengalami ujian berat setelah bersatu kembali. “Aku akan memimpin secara langsung. Seluruh unit, bergerak sekarang!”
Armada tempur Kekaisaran mulai bergerak ke posisi “Penyaring” berada. Kapal angkasa dengan panji Kekaisaran di lambung kapal tempat Kaisar berada bergerak dengan gagahnya di barisan paling depan. “Serang.” Satu kata singkat yang terucap dan seketika seluruh armada menembakkan amunisi yang dimiliki.
Drone tempur garis depan pun bergerak mendekati makhluk mesin itu namun dalam sekejap mereka bisa di musnahkan tanpa sisa. Melihat kekuatan itu, beberapa armada mulai melarikan diri secepat yang mereka bisa. Semakin lama makhluk itu semakin dekat, ia lantas mulai melancarkan serangan ke kekuatan tempur Kekaisaran. Sayang seribu sayang, upaya yang dilakukan olehku, Kaisar Caelus Varion, beserta personilnya tidak membuahkan hasil baik. Banyak sekutuku yang berguguran menjadi sampah luar angkasa karena serangan itu.
Serangkaian serangan pun mulai bermunculan. Sedikit demi sedikit kekuatan tempur Kekaisaran pun mulai musnah menyisakan kapal angkasa yang ditumpangi Sang Kaisar seorang diri.
“Sebaiknya kita mundur dan menata ulang kekuatan tempur kita, Yang Mulia.” Ujar Jendral Lysandra yang telah pesimis dengan banyaknya tentara yang gugur dalam pertempuran hidup dan mati ini.
Sekeras apapun dia memintaku untuk mundur, aku tetap melangkah maju menghadapi ajalku. “Aku Kaisar Caelus Varion. Dengan ini aku menunjuk kau, Jendral Lysandra, untuk memulai kembali peradaban Kekaisaran Galaksi Bimasakti di lokasi lain. Hubungi Elyra, aku telah memintanya untuk menyiapkan segala kebutuhanmu.” Titah telah dijatuhkan. “Enyahlah dari hadapanku, Lysandra.”
Veteran itu segera pergi tanpa sepatah kata pun. Pesawat kecil terdengar telah meluncur dari kapal induk Kekaisaran menandakan Lysandra telah pergi.
“Terima kasih Lysandra, Yavin, Veritas, Elyra.”
Bisikan kecil itu adalah kalimat terakhir dari Kaisar Terakhir Kekaisaran Galaksi Bimasakti sebelum ribuan roket dan sinar laser menghantam.