Kudeta Sang Teknokrat di Istana Sihir

Tidak ada yang menyangka bahwa kehancuran Ordo Sihir Tertinggi di Menara Aetheris akan datang bukan dari iblis, bukan dari para penyihir gelap, melainkan dari seorang pria yang bahkan tak mampu mengucapkan satu pun mantra. Pria

Dosa Abadi Kaisar von Schweetz

Kabut musim gugur menyelimuti ibu kota Kekaisaran Schweetz saat lonceng menara berdentang dua belas kali. Kota bergeming, namun tak ada yang tahu bahwa di balik jendela kaca patri Istana Agung Levia, sang Kaisar tengah bersimpuh

Kekaisaran Madilog Menyerang Dunia Manusia

Langit di atas benua Arven retak seperti kaca pecah. Cahaya keunguan menjalar dari celah dimensi yang terbuka, memancarkan kilatan petir yang menari laksana sebuah cambuk raksasa. Hari itu, langit tak lagi biru, dan bumi bergetar

Anak Haram Sang Saintess

Hujan deras turun ketika aku lahir. Bukan hujan biasa melainkan hujan api, meteor kecil yang menyambar ladang-ladang dan menggulung hutan dalam nyala merah yang mendesis. Malam itu, suara lonceng kuil tak berhenti berdentang, dan para

Ksatria Terakhir Klan Peninsula

Darah kering menempel di pelat baja yang retak di dadaku. Pedang patah kugenggam erat di tangan kanan, sementara tangan kiri sudah tak lagi bisa kugerakkan. Di sekelilingku, tubuh-tubuh para saudaraku tergeletak tak bernyawa, sebagian hangus

Raja Iblis dari Dunia Modern

Namaku Baskara. Di usiaku yang ke-38, aku dikenal dengan banyak nama: bos besar, lintah darat, pemangsa pemula, bahkan “Iblis Berjas Abu”. Tapi bagi orang-orang yang berani menyebut namaku di balik pintu tertutup, mereka menyebutku dengan

Prajurit Terbuang dari Kota Terlarang

Namaku Kaelen, dulunya komandan penjaga gerbang Kota Verboten atau Kote Terlarang—kota tertutup berlapis tembok kristal hitam yang menggantung di antara dua tebing yang menjulang tinggi. Kota yang hanya dihuni oleh darah bangsawan, penyihir tua, dan

Kaisar Terakhir dari Galaksi Bimasakti

Dunia terbakar saat aku naik takhta. Bukan dunia dalam arti harfiah—melainkan tatanan lama, pemerintahan yang rapuh, dan sistem kekaisaran yang sudah keropos dimakan waktu. Aku, Caelus Varion, anak seorang ilmuwan planet kecil di pinggiran sektor

Pengangguran

Derap suara keyboard memenuhi ruangan sempit itu. Jari-jarinya yang kurus menari di atas tombol-tombol usang, mengisi setiap kolom dalam formulir lamaran kerja. Matanya mulai kabur setelah berjam-jam menatap layar laptop yang sudah sering mati-matian bertahan

Apa yang ingin anda cari?