Aku Bereinkarnasi Sebagai Bangsawan Rendahan dan Menguasai Kerajaan Melalui Kudeta Militer

Tubuhku tergeletak di ladang lumpur, dingin dan asing. Napasku tercekat, bukan karena luka atau trauma, melainkan karena kesadaran yang datang perlahan—aku bukan lagi pria pengangguran berumur dua puluh empat tahun yang hidup dari sisa-sisa harapan di kota padat itu. Aku telah mati, dan kini bereinkarnasi sebagai seorang bangsawan… rendahan.

Namaku kini adalah Kael von Roderich. Anak ketiga dari Baron Elmir, penguasa atas sebidang tanah berbatu dan ratusan petani yang kelaparan. Statusku bisa dikatakan cukup rendah, bahkan di antara kaum bangsawan. Kediaman kami adalah rumah besar reyot, dan jumlah prajurit di bawah kendali keluarga kami tak lebih dari dua puluh orang, separuhnya cacat veteran dari perang lama.

Namun, di dunia ini, aku membawa dua hal dari kehidupanku sebelumnya: akal sehat dan pemahaman tentang strategi militer modern. Dan satu hal yang lebih berharga dari semuanya—ambisi.

Aku mulai dari bawah. Bukan dengan pedang, tapi dengan pengaruh. Aku datangi satu per satu bangsawan rendahan lain yang sama terpinggirkannya seperti aku. Mereka haus akan perubahan, muak dengan pajak tinggi dari para Adipati dan Marquess yang hidup mewah di ibu kota. Mereka hanya butuh satu percikan api untuk terbakar. Dan aku menjadi percikan itu.

“Jika kita terus menunduk, kita akan mati kelaparan,” ucapku pada Sir Brom, penguasa Desa Ahrwald yang bahkan tidak memiliki kuda perang. “Tapi jika kita berdiri bersama, kita bisa menjatuhkan siapa pun, bahkan Raja sekalipun.”

Brom bukan orang yang mudah percaya, tapi dia pria yang putus asa. Seperti juga sepuluh bangsawan kecil lain yang kemudian bergabung denganku. Kami bentuk koalisi rahasia, menyamakan tujuan, menyusun pasukan dari petani dan pemburu lokal, dan secara diam-diam mulai membeli senjata dari para penyelundup di perbatasan timur.

Lima bulan kemudian, kami melakukan gerakan pertama. Kami merebut Benteng Helwig, pos terluar milik Adipati Granz. Tidak ada yang menyangka. Tidak ada yang peduli. Tapi dari situlah segalanya bermula.

Kami mulai memperkuat benteng, pasukan kami latih siang dan malam. Strategi militerku, meski awalnya dicemooh, lambat laun membuat pasukanku menang di pertempuran kecil lainnya. Aku terapkan formasi barisan panah silang dan flanking dari samping—sesuatu yang belum pernah digunakan di dunia ini.

Reputasiku mulai naik. Mereka memanggilku “Bangsawan Asing” karena cara berpikirku yang aneh dan metode tempurku yang heterodoks. Tapi di medan perang, hasil lebih berbicara dari pada teori.

Adipati Granz akhirnya bertindak. Ia kirim dua ribu pasukan untuk merebut kembali Benteng Helwig. Saat itulah aku menguji semuanya. Aku bangun parit jebakan di luar tembok, membakar ladang gandum agar pasukan mereka kesulitan logistik, dan membagi pasukanku menjadi tiga bagian. Dua bertugas menyerang dari samping di malam hari, satu lagi memancing dari depan.

Pertempuran berlangsung selama dua hari. Tapi pada malam kedua, aku berdiri di atas tumpukan mayat pasukan Adipati Granz. Kami menang. Dunia mulai membuka matanya.

“Kael von Roderich,” kata salah satu utusan kerajaan beberapa minggu kemudian, “akan dijatuhi hukuman karena melakukan pemberontakan terhadap bangsawan senior.”

Aku tidak menjawab. Aku hanya membunuh utusan itu, menggantung mayatnya di gerbang benteng dan mengirimkan kepalanya kembali ke Tuannya. Sejak saat itu, tak ada jalan kembali.

Perang saudara pecah di seluruh kerajaan. Bangsawan-bangsawan kecil bangkit, terinspirasi oleh pergerakanku. Sebagian mengangkatku sebagai pemimpin revolusi. Sebagian lagi mengkhianati dan mencoba menyingkirkanku. Tapi aku sudah terbiasa hidup di dunia yang memakan orang-orang lemah.

Aku mengatur pertemuan rahasia dengan Jenderal Hadrek, salah satu dari tiga komandan utama Kerajaan. Ia pria tua yang lelah dengan raja muda yang hanya memikirkan pesta dan wanita pelacur. Di ruang bawah tanah Biara Thamiel, aku tawarkan kesepakatan.

“Berpihaklah padaku,” kataku pelan, “dan kau akan menjadi tangan kananku. Kita akan membangun kerajaan yang tak tertandingi.”

Hadrek menatapku dalam diam. Matanya seperti mencerminkan ribuan kenangan dari pertempuran masa lalu. Lalu ia menjawab, “Jika kau bisa menembus ibu kota dalam tiga bulan, kau akan mendapatkan segalanya. Termasuk kesetiaanku.”

Tiga bulan. Sekitar seratus hari. Aku gunakan setiap detik seakan itu hari terakhirku.

Aku kirim pasukanku dalam empat arah. Tidak untuk menyerang langsung, tetapi untuk menciptakan kekacauan. Membakar lumbung pangan, menghalangi jalur logistik, menyebarkan desas-desus tentang raja yang terjangkit penyakit karena sebuah kutukan. Moral musuh runtuh sebelum pedang kami menyentuh mereka.

Ibu kota akhirnya menjadi lautan api sebelum kami menginjakkan kaki di gerbangnya. Penduduk memberontak sendiri. Bangsawan-bangsawan mulai saling bunuh untuk merebut sisa kekuasaan. Aku hanya tinggal masuk dan menghabisi yang tersisa.

Di ruang tahta, Raja Arlen duduk terpaku, tubuhnya gemetar. Ia tak menyangka seorang bangsawan rendahan bisa menembus seluruh pertahanan kerajaannya.

“Kau… siapa kau sebenarnya?” tanyanya, setengah terengah.

“Aku?” Aku melangkah mendekat, menghunus pedang yang dulu dimilik Adipati Granz. “Aku adalah hasil dari keangkuhan kalian. Dari ketidakpedulian kalian pada penderitaan orang-orang kecil.”

Satu tebasan cukup. Darah mengalir di lantai marmer, mengalir seperti sungai kemenangan.

Aku tidak mengangkat diriku sebagai Raja. Aku tidak butuh mahkota untuk berkuasa. Aku membentuk pemerintahan  junta militer, menunjuk dewan penasihat yang terdiri dari mantan lawan dan sekutu. Aku hancurkan sistem feodal dan bangun struktur baru berdasarkan kekuatan dan kecakapan, bukan garis keturunan.

Namun, bukan berarti aku sepenuhnya berubah. Setiap malam aku duduk di balkon tinggi istana dan memandang kota yang dulu tak pernah kubayangkan bisa kugenggam.

Dunia ini keras, lebih kejam dari dunia lamaku. Tapi di dunia ini, aku tidak lagi menjadi pecundang yang dilupakan. Di sini, aku menulis sejarah dengan darah, besi, dan air mata.

Dan tak ada satu pun yang bisa menghentikanku.

Ditulis Oleh:

Apa yang ingin anda cari?