Dark Noblesse

Di balik tembok-tembok tinggi pabrik tua yang tak terurus di pinggiran Surabaya, berdiri sebuah kekaisaran bayangan yang tak pernah tercatat dalam sejarah resmi. Mereka menyebut dirinya sebagai “Noblesse”, kerajaan bawah tanah yang menguasai dunia gelap dengan struktur yang mencerminkan aristokrasi kuno. Ada Raja, Adipati, Demang, hingga Ksatria. Namun ini bukan cerita tentang darah biru dan takhta emas, melainkan tentang kekuasaan yang dibeli dengan peluru, narkoba, dan pengkhianatan.

Raja dari kerajaan ini dikenal dengan nama sandi Kusuma Agung. Mantan perwira militer yang membelot, menghilang setelah operasi rahasia di Papua gagal dan menewaskan seluruh pasukannya. Dunia mengira dia mati. Tapi di dunia bawah tanah Jawa Timur, namanya dihormati layaknya dewa perang. Kusuma menguasai jaringan lintas provinsi yang memonopoli distribusi senjata ilegal, perdagangan manusia, dan peredaran narkotika sintetis.

Struktur kekuasaan diatur ketat. Setiap wilayah dikuasai oleh seorang Adipati yang memiliki beberapa Demang di bawahnya. Para Ksatria adalah eksekutor loyal yang siap menumpahkan darah atas perintah atasan. Tidak ada yang namanya demokrasi. Kesetiaan adalah mata uang tertinggi.

Di wilayah timur, Adipati Sidoarjo adalah seorang wanita dingin bernama Laras. Mantan pengacara korporat yang jatuh bangun karena kasus suap, kini menjadi tulang punggung logistik Noblesse. Ia mengatur jalur pelabuhan gelap, menyuap pejabat bea cukai, dan memastikan barang haram masuk tanpa gangguan. Laras dikenal tidak pernah tersenyum, dan siapa pun yang meremehkannya, berakhir tenggelam di tambak udang.

Di sisi barat, Adipati Malang adalah Bayu, pria flamboyan lulusan luar negeri yang menyulap kampus-kampus elit menjadi ladang rekrutmen untuk pengedar kelas atas. Di bawahnya, para Demang menyamar sebagai influencer, model, bahkan dosen. Peredaran narkoba dilakukan dengan kode, terselubung dalam seminar motivasi dan workshop kepemudaan. Semua bersih di permukaan, namun membusuk di dalam.

Surabaya, pusat kendali, dipegang langsung oleh Kusuma. Markasnya tersembunyi di balik jaringan klub malam mewah dan spa eksklusif di tengah kota. Dari sana, ia memantau pergerakan uang, senjata, dan nyawa. Semua laporan disusun secara aristokratik. Surat-surat perintah dicap dengan lilin merah, dibacakan oleh sekretaris berpakaian hitam seperti pelayan istana.

Tapi kejayaan selalu mengundang pengkhianatan.

Demang muda dari Gresik, Reza, mulai merasa bahwa sistem bangsawan ini usang. Ia melihat peluang modernisasi di pasar gelap digital, mata uang kripto, jaringan deep web. Ia ingin menghapus sistem hierarki dan menggantinya dengan struktur horizontal berbasis teknologi. Bagi Reza, darah bangsawan tak berarti apa-apa jika tidak bisa beradaptasi.

Reza diam-diam membentuk koalisi. Ia menggaet sejumlah Demang dari Jember, Situbondo, bahkan Madura. Mereka membangun server tersembunyi di pegunungan Ijen, membuat mata uang sendiri, dan mulai menolak membayar upeti ke Kusuma. Rapat rahasia dilakukan di tengah sawah malam hari, dengan penjagaan bersenjata.

Kabar pengkhianatan ini sampai ke telinga Laras. Ia menyarankan Kusuma untuk segera mengeksekusi Reza, tapi Bayu menentang. Bayu melihat potensi di Reza. Ia menyarankan kompromi, menggabungkan sistem baru dengan sistem lama. Kusuma marah. Bagi sang Raja, kompromi adalah bentuk kelemahan.

Perang pun dimulai.

Malam itu, langit Sidoarjo dilumuri api. Gudang logistik Laras dibakar oleh kelompok Reza. Dua Demang loyalis dibantai. Sebagai balasan, Kusuma mengirim para Ksatria untuk memburu keluarga Reza. Ibu Reza ditemukan tergantung di jembatan layang. Ada sebuah pesan singkat ditinggalkan pada jasad itu “Loyalitas atau mati.”

Media tidak mencium apa pun. Semua dibungkam. Polisi menerima gaji bulanan dari Noblesse. Pemerintah daerah sibuk dengan kampanye. Tapi di balik berita harian, puluhan hingga ratusan nyawa melayang dalam perang dingin para bangsawan bayangan.

Kusuma memerintahkan Bayu untuk memutus hubungan dengan Reza. Tapi Bayu diam-diam mengirim senjata dan sandi komunikasi kepada Reza. Ketika Laras menemukan ini, ia mengirim surat resmi kepada Kusuma dan menuduh Bayu sebagai pengkhianat. Sebagai bentuk pengampunan, Bayu ditawari duel kehormatan, sebuah pertandingan satu lawan satu melawan Laras, di hadapan sang Raja.

Duel diadakan di ruang bawah tanah markas Surabaya. Dindingnya penuh darah dari eksekusi sebelumnya. Bayu dan Laras mengenakan jas formal, seperti bangsawan abad pertengahan. Senjata yang dipilih oleh kedua orang itu adalah pisau. Tidak ada peluru. Hanya daging, tulang, dan tekad.

Pertarungan berlangsung lima menit. Laras menusuk jantung Bayu. Tapi sebelum ia tumbang, Bayu membisikkan sesuatu ke telinga Laras. Ia tersenyum. Sesuatu yang belum pernah dilakukan Laras selama satu dekade.

Beberapa hari kemudian, server milik Reza diretas. Semua informasi bocor ke publik. Peta kekuasaan, nama asli para Adipati dan Demang, foto-foto eksekusi, hingga bukti korupsi yang melibatkan pejabat tinggi. Dunia gempar.

Media tak bisa bungkam. Polisi tak bisa tinggal diam. Pemerintah pusat mengirim satuan khusus. Dalam seminggu, lebih dari lima puluh anggota Noblesse ditangkap. Laras menghilang. Reza mati dibakar hidup-hidup oleh mantan pengikutnya yang merasa dikhianati. Bayu dimakamkan tanpa nama. Kusuma? Ia lenyap tanpa jejak.

Namun cerita tak berakhir di sana.

Setahun kemudian, di sebuah kafe kecil di Batu, seorang pelayan muda menyajikan kopi dengan senyuman tenang. Di bawah bajunya, ada tato berbentuk lilin merah yang meleleh. Ia menyimpan flashdisk kecil dalam saku apron-nya. Di dalamnya, cetak biru Noblesse generasi berikutnya. Tidak lagi tentang bangsawan atau darah biru. Tapi tentang algoritma, dominasi digital, dan kekuasaan yang tak bisa dihancurkan dengan senjata.

Kerajaan bawah tanah telah runtuh. Tapi idenya belum mati.

Karena di dunia ini, kekuasaan sejati tak butuh mahkota.

Ia hanya butuh keyakinan… dan cukup orang yang mau tunduk.

Ditulis Oleh:

Apa yang ingin anda cari?